Monday, January 4, 2016

Kelembagaan Kopri




PMII menyadari bahwa anggotanya perlu diberdayakan semaksimal mungkin. Selama ini kader putri PMII dirasa belum banyak yang diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensinya, padahal jumlah anggota putri PMII terbilang banyak. Untuk itu, konstitusi PMII mensyaratkan keberadaan kader putri dalam setiap tingkatan kepengurusan PMII diberi kuota minimal 1/3 (dari PB sampai Rayon). 


1.      Landasan Normatif
Dalam Bab VII Anggaran Rumah Tangga (ART) PMII tentang Kuota Kepengurusan, Pasal 20 dinyatakan, ayat (1) Kepengurusan di setiap tingkat harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 keseluruhan anggota pengurus; dan ayat (2) Setiap kegiatan PMII harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 dari keseluruhan anggota.
Penjelasan soal pemberdayaan anggota perempuan PMII ada dalam bab VIII Pasal 21 ayat (1) Pemberdayaan Perempuan PMII diwujudkan dengan pembentukan wadah perempuan yaitu KOPRI (Korp PMII Putri), dan ayat (2) Wadah Perempuan tersebut diatas selanjutnya diataur dalam Peraturan Organisasi (PO).
Adapun wadah pemberdayaan anggota putri PMII ditegaskan dengan pembentukan lembaga khusus bernama Korp PMII Putri (KOPRI) sebagaimana dalam Bab IX tentang Wadah Perempuan. Dalam Pasal 22, ayat (1): Wadah perempuan bernama KOPRI; ayat (2) KOPRI adalah wadah perempuan yang didirikan oleh kader-kader Putri PMII melalui Kelompok Kerja sebagai keputusan Kongres PMII XIV; ayat (3) KOPRI didirikan pada 29 September 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dan merupakan kelanjutan sejarah dari KOPRI yang didirikan pada 26 November 1967; dan ayat (4) KOPRI bersifat semi otonom dalam hubungannya dengan PMII.
Struktur KOPRI sebagaimana struktur PMII, terdiri dari : PB KOPRI, PKC KOPRI dan PC KOPRI.

2.      Visi dan Misi KOPRI

Visi KOPRI adalah Terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Sedangkan Misi KOPRI adalah Mengideologisasikan nilai keadilan gender dan mengkonsolidasikan gerakan perempuan di PMII untuk membangun masyarakat berkeadilan gender.
STRATEGI PENGEMBANGAN KOPRI

Korp PMII Putri, sebagai wadah kader perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia meyakini perannya sebagai khalifatullah fil ardl dan keberadaannya akan menjadi rahmat bagi segenap alam. Karenanya keberadaan KOPRI harus bisa menjadi sesuatu yang bisa dirasakan kemanfaatannya tidak hanya oleh kader-kader PMII baik laki-laki maupun perempuan tetapi juga bagi seluruh Umat yang ada di bumi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Relasi PMII dan KOPRI sebenarnya tidak berbenturan, hanya secara gerakan, perempuan mempunyai wilayah sendiri. Hanya koordinasi yang sifatnya tidak begitu prinsip. Yang penting selama tidak bertentang ini harus tetap didukung. KOPRI menempatkan teori gender hanya sebagai analisa saja agar kita tidak terbelenggu dengan budaya patriarkal sehingga perempuan bisa menentukan gerakannya sesuai dengan kebutuhan perempuan tersebut. Wacana gender sebagai alat saja bukan sebagai tujuan. Dan wacana gender disesuaikan dengan wacana keislaman dan kearifan lokal.
Prosentase perempuan di setiap Mapaba PMII ada 60%. Cukup banyak namun dalam pengkaderan kita belum mumpuni mengggarapnya. Paling banter hanya bisa survive 5 kader di setiap cabang. Karena kita akhir-akhir ini kehilangan sosok-sosok kepemipinan perempuan di tingkat cabang, kota, dan kabupaten se-Jawa Tengah yang bisa berkomunikasi dengan PB dan basis. 
Tugas utama KOPRI PMII adalah bagaimana mensinergikan kader perempuan PMII yang cukup banyak dengan wadah yang berbeda-beda. Yakni, sesuai dengan local genius yang berbeda di masing-masing cabang. Juga mensinergikan antara PB dan pengurus di bawahnya (PKC, PC, PK dan PR).

1.      Strategi Pengembangan Internal
Strategi pengembangan organisasi KOPRI adalah dengan membentuk KOPRI di masing-masing cabang ke bawah. PKC PMII Jawa Tengah sudah mempeloporinya dengan mengadakan rembug perempuan Jawa Tengah skelaigus mencoba memberikan instruksi ke seluruh cabang, komisariat dan rayon untuk segera membentuk KOPRI.
Kader yang kuliah di basis kampus agama atau orang pesantren pada awalnya memang mengalami konflik terhadap wacana gender. Namun, kemudian mampu melakukan pembedahan tentang gender dan disesuaikan dengan basic keilmuannya ternyata ayat-ayat yang dipahami patriarkhi ternyata sangat memperjuangkan hak perempuan.
Strategi kaderisasi yang ditempuh KOPRI adalah: (1) Ideologisasi KOPRI; (2) Penguatan institusi. Dalam Kongres Bogor, KOPRI sebagai laboratorium gerakan sebagai institusi independent; (3) Mempertegas posisi; (4) Penguatan intelektual; (5) Membentuk masyarakat berkeadilan gender, dan (6) Konsolidasi gerakan. Seperti pertemuan hari ini merupakan salah satu bentuk konsolidasi gerakan perempuan
Bagaimana system dan format serta strategi kaderisasi yang direncanakan ke depan? Ada tiga hal yang hendak saya sampaikan: (1) Hakikat pengkaderan; (2) Strategi pengembangan kaderisasi, dan (3) System kaderisasi yang dibangun di level nasional.
Hakikat pengkaderan adalah kita punya alasan kenapa pengkaderan harus dijalankan di setiap organisasi; (1) Argumentasi Idealisme, diinterpretasikan melalui nilai-nilai yang harus selalu dikonsumsi oleh kader; (2) Argumentasi Strategis; diimplementasikan dalam pemberdayaan kader; (3) Argumnetasi Taktis; dengan tujuan memperbanyak kader. Dalam konteks organisasi kaderisasi harus seimbang antara kualitas dan kuantitas; (4) Argumentasi Pragmatis; karena adanya kepentingan dan persaingan kelompok; (5) Argumentasi Administrative; karena adanya mandat organisasi. 
Terdapat 3 pilar dalam kaderisasi, yaitu: (1) Membentuk keyakinan kader; dalam konteks iman dan idiologis; (2) Pengetahuan; diinterpratasikan melalui ilmu; dan (3) Semangat gerakan; interpretasikan melalui skill.
Berbicara system kaderisasi KOPRI maka penting juga membuat modul. Muncullah resources gerakan dalam konteks ini kita memasukkan system kaderisasi KOPRI, baik formal, informal maupun nonformal.
Mengenai pelatihan gender kita juga sangat sepakat, agar lebih tertata dan lebih banyak yang didapat oleh kader perempuan. Apa yang belum digarap oleh PMII maka mari digarap melalui KOPRI. Misalnya, pelatihan TOF (Training of Fasilitator) tapi dengan menggunakan perspektif KOPRI.
Kita menawarkan bentuk kaderisasi di KOPRI, kita memasukkan materi – materi dalam modul MAPABA, PKD, PKL (studi gender dan institusi KOPRI).Di samping melalui pengkaderan formal di tingkat PKC juga memberikan pengenalan untuk mensinkronkan yang terjadi dicabang-cabang yang sifatnya pengayaan. Dengan PB PMII, sudah disepakati materi KOPRI juga bisa masuk dalam kaderisasi informal.
Hasil negosiasi antara KOPRI dengan PB PMII hari ini menemukan kesepakatan memasukkan materi KOPRI dalam kaderisasi formal PMII. Ini bagian dari publikasi KOPRI ke anggota PMII hingga level basis: cabang, komisariat dan rayon. Persoalan rekruitmen, persoalan legal atau tidak legal menjadi penting. Sangat sah jika kita melakukan perekrutan tidak formal. Jika kita melakukan rekrutment tersendiri kita harus pisah secara administrasi dari PMII atau berdiri sendiri membuat organisasi sendiri. 
Untuk peningkatan capacity building di kalangan kader perempuan dan berbicara yang selama ini belum dilakukan yang tentunya lebih berperspektif, maka keberadaan modul sangat penting, seperti dalam  folow-up Mapaba ada materi Training gender, SAS dan Trainig leadership, kemudian follow-up pasca-PKD ada Pelatihan Advokasi Gender dan Pelatihan Fasilitator, kemudian pasca-PKL ada ToT gender dan Gender Budgeting.

2.      Strategi Gerakan Eksternal
Dalam konteks kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, keberadaan KOPRI diharapkan mampu menjadi salah satu kelompok efektif yang aktif dalam memberikan tawaran-tawaran gerakan untuk mengurangi perosalan-persoalan yang muncul di masyarakat, misalnya persoalan HAM, Demokrasi, Globalisasi, Hukum, Pemerataan Ekonomi, Kebudayaan, Keberagamaan dan Pluralisme, lingkungan dan yang paling khusus adalan persoalan Gender. Isu Gender pada dasarnya menegaskan eksistensi individu baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam gender ditegaskan bahwa setiap individu memiliki kemerdekaan untuk memilih dan menetukan nasibnya sendiri. Dan wacana gender memiliki imbas yang sangat dahsyat bagi perempuan. Sebagai contoh, kesadaran yang muncul dari pewacanaan gender yang ditangkap mentah-mentah membawa efek pada “tersedianya” perempuan keluar rumah dan bekerja di pabrik-pabrik. Perempuan bekerja (sebagai buruh pabrik) dianggap sebagai keberhasilan dari pewacanaan gender.
Padahal apa yang dilakukan perempuan di luar rumah pada dasarnya sama dengan yang mereka kerjakan didalam rumah (kerja-kerja yang khas perempuan seperti memasang kancing baju, menjahit, dan sejenisnya). Artinya, hanya memindahkan kerja domestik dari dalam rumah ke pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan. Dan yang lebih parah, tingkat “penderitaan” yang diterima perempuan di luar rumah jauh lebih kejam dari dalam rumah dalam hal tertentu. Sedangkan di satu pihak yang lain, masyarakat masih juga menyimpan stigma buruk terhadap perempuan yang bekerja khususnya yang kerja malam atau sudah bersuami.
Apa yang ditulis di atas bukan berarti mewajibkan kita untuk mencurigai dengan membabi buta terhadap isu-isu seperti demokrasi dan HAM serta Gender. Tetapi kita harus sadar bahwa isu-isu yang kita anggap sebagai nilai-nilai yang harus kita perjuangkan itu ternyata memiliki efek yang juga merugikan tidak hanya bagi kita sebagai warga negara tetapi juga sebagai perempuan.
KOPRI melihat bahwa gender sebagai sebuah alat analisis mampu menjelaskan dengan lebih gamblang atas prosse-proses diskriminasi sosial dan hukum, subordinasi, pelabelan negatif, kekerasan fisik dan nonfisik, marjinalisasi ekonomi, dan beban ganda yang selama ini dialami perempuan. Ketidak adilan gender yang dialami perempuan tersebut menjelma dalam pelbagai bentuk seperti kebijakan-kebijakan pemerintah dalam segenap bidang, tradisi dan tafsir agama yang misoginis serta budaya-budaya populer yang merasuk lebih dalam dari agama ke dalam individu-individu. 
Untuk itu, KOPRI akan selalu melakukan pembacaan kritis dan memiliki sensitifitas Gender dalam mensikapi produk-produk kebijkaan pemerintah dengan memberikan alternatif-alternatif berdasarkan tawaran gagasan yang lebih mengakar dan relevan dengan kepentingan masyarakat khususnya perempuan. Dan pembacaan yang kritis adalah pembacaan yang bersifat multidimensi dan berkelanjutan, karenanya KOPRI membutuhkan dukungan moral, politik sekaligus intelekutal khususnya dari PMII sebagai induk gerakan agar setiap pilihan gerakan yang diambil KOPRI nantinya akan saling menguatkan dan sinergis dengan grand design yang telah dirancang PMII dalam melihat persoalan masyarakat, negara dan dunia.

PENUTUP
Demikian sepintas pemaparan mengenai KOPRI dan strategi gerakan perempuan di Indonesia. Alternatif-alternatif gagasan yang mengakar dan relevan kepentingan perempuan, akan KOPRI munculkan dengan didahului oleh pembacaan persoalan tingkat lokal dengan sensitif dan argumentatif untuk kemudian ditarik menjadi kebutuhan-kebutuhan bersama ditingkat yang lebih luas. Sehingga KOPRI yang notabene merupakan sebuah intitusi pengkaderan berbasis kader perempuan di PMII tidak terjebak pada isu-isu sporadis yang menhabiskan energi dan mengaburkan tujuan organisasi dalam jangka panjang. Semoga ada manfaatnya. Wassalam.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More