PMII menyadari bahwa anggotanya perlu diberdayakan
semaksimal mungkin. Selama ini kader putri PMII dirasa belum banyak yang diberi
kesempatan untuk memaksimalkan potensinya, padahal jumlah anggota putri PMII
terbilang banyak. Untuk itu, konstitusi PMII mensyaratkan keberadaan kader
putri dalam setiap tingkatan kepengurusan PMII diberi kuota minimal 1/3 (dari
PB sampai Rayon).
1. Landasan Normatif
Dalam Bab VII Anggaran Rumah Tangga (ART) PMII tentang Kuota Kepengurusan,
Pasal 20 dinyatakan, ayat (1) Kepengurusan di setiap tingkat harus menempatkan
anggota perempuan minimal 1/3 keseluruhan anggota pengurus; dan ayat (2) Setiap
kegiatan PMII harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 dari keseluruhan
anggota.
Penjelasan soal pemberdayaan anggota perempuan PMII ada dalam bab VIII
Pasal 21 ayat (1) Pemberdayaan Perempuan PMII diwujudkan dengan pembentukan
wadah perempuan yaitu KOPRI (Korp PMII Putri), dan ayat (2) Wadah Perempuan
tersebut diatas selanjutnya diataur dalam Peraturan Organisasi (PO).
Adapun wadah pemberdayaan anggota putri PMII ditegaskan dengan pembentukan
lembaga khusus bernama Korp PMII Putri (KOPRI) sebagaimana dalam Bab IX tentang
Wadah Perempuan. Dalam Pasal 22, ayat (1): Wadah perempuan bernama KOPRI; ayat
(2) KOPRI adalah wadah perempuan yang didirikan oleh kader-kader Putri PMII
melalui Kelompok Kerja sebagai keputusan Kongres PMII XIV; ayat (3) KOPRI
didirikan pada 29 September 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dan
merupakan kelanjutan sejarah dari KOPRI yang didirikan pada 26 November 1967;
dan ayat (4) KOPRI bersifat semi otonom dalam hubungannya dengan PMII.
Struktur KOPRI sebagaimana struktur PMII, terdiri dari : PB KOPRI, PKC KOPRI dan PC KOPRI.
Struktur KOPRI sebagaimana struktur PMII, terdiri dari : PB KOPRI, PKC KOPRI dan PC KOPRI.
2. Visi dan Misi KOPRI
Visi KOPRI adalah Terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan
kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Sedangkan Misi KOPRI adalah Mengideologisasikan nilai keadilan gender dan
mengkonsolidasikan gerakan perempuan di PMII untuk membangun masyarakat
berkeadilan gender.
STRATEGI PENGEMBANGAN KOPRI
Korp PMII Putri, sebagai wadah kader perempuan
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia meyakini perannya sebagai khalifatullah
fil ardl dan keberadaannya akan menjadi rahmat bagi segenap alam. Karenanya
keberadaan KOPRI harus bisa menjadi sesuatu yang bisa dirasakan kemanfaatannya
tidak hanya oleh kader-kader PMII baik laki-laki maupun perempuan tetapi juga
bagi seluruh Umat yang ada di bumi ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Relasi PMII dan KOPRI sebenarnya tidak berbenturan,
hanya secara gerakan, perempuan mempunyai wilayah sendiri. Hanya koordinasi
yang sifatnya tidak begitu prinsip. Yang penting selama tidak bertentang ini
harus tetap didukung. KOPRI menempatkan teori gender hanya sebagai analisa saja
agar kita tidak terbelenggu dengan budaya patriarkal sehingga perempuan bisa
menentukan gerakannya sesuai dengan kebutuhan perempuan tersebut. Wacana gender
sebagai alat saja bukan sebagai tujuan. Dan wacana gender disesuaikan dengan
wacana keislaman dan kearifan lokal.
Prosentase perempuan di setiap Mapaba PMII ada 60%.
Cukup banyak namun dalam pengkaderan kita belum mumpuni mengggarapnya. Paling
banter hanya bisa survive 5 kader di setiap cabang. Karena kita
akhir-akhir ini kehilangan sosok-sosok kepemipinan perempuan di tingkat cabang,
kota, dan kabupaten se-Jawa Tengah yang bisa berkomunikasi dengan PB dan
basis.
Tugas utama KOPRI PMII adalah bagaimana mensinergikan
kader perempuan PMII yang cukup banyak dengan wadah yang berbeda-beda. Yakni,
sesuai dengan local genius yang berbeda di masing-masing cabang. Juga
mensinergikan antara PB dan pengurus di bawahnya (PKC, PC, PK dan PR).
1. Strategi Pengembangan Internal
Strategi pengembangan organisasi KOPRI adalah dengan membentuk KOPRI di
masing-masing cabang ke bawah. PKC PMII Jawa Tengah sudah mempeloporinya dengan
mengadakan rembug perempuan Jawa Tengah skelaigus mencoba memberikan instruksi
ke seluruh cabang, komisariat dan rayon untuk segera membentuk KOPRI.
Kader yang kuliah di basis kampus agama atau orang pesantren pada awalnya
memang mengalami konflik terhadap wacana gender. Namun, kemudian mampu
melakukan pembedahan tentang gender dan disesuaikan dengan basic keilmuannya
ternyata ayat-ayat yang dipahami patriarkhi ternyata sangat memperjuangkan hak
perempuan.
Strategi kaderisasi yang ditempuh KOPRI adalah: (1) Ideologisasi KOPRI; (2)
Penguatan institusi. Dalam Kongres Bogor, KOPRI sebagai laboratorium gerakan
sebagai institusi independent; (3) Mempertegas posisi; (4) Penguatan
intelektual; (5) Membentuk masyarakat berkeadilan gender, dan (6) Konsolidasi
gerakan. Seperti pertemuan hari ini merupakan salah satu bentuk konsolidasi
gerakan perempuan
Bagaimana system dan format serta strategi kaderisasi yang direncanakan ke
depan? Ada tiga hal yang hendak saya sampaikan: (1) Hakikat pengkaderan; (2)
Strategi pengembangan kaderisasi, dan (3) System kaderisasi yang dibangun di
level nasional.
Hakikat pengkaderan adalah kita punya alasan kenapa pengkaderan harus
dijalankan di setiap organisasi; (1) Argumentasi Idealisme, diinterpretasikan
melalui nilai-nilai yang harus selalu dikonsumsi oleh kader; (2) Argumentasi
Strategis; diimplementasikan dalam pemberdayaan kader; (3) Argumnetasi Taktis;
dengan tujuan memperbanyak kader. Dalam konteks organisasi kaderisasi harus
seimbang antara kualitas dan kuantitas; (4) Argumentasi Pragmatis; karena
adanya kepentingan dan persaingan kelompok; (5) Argumentasi Administrative;
karena adanya mandat organisasi.
Terdapat 3 pilar dalam kaderisasi, yaitu: (1) Membentuk keyakinan kader;
dalam konteks iman dan idiologis; (2) Pengetahuan; diinterpratasikan melalui
ilmu; dan (3) Semangat gerakan; interpretasikan melalui skill.
Berbicara system kaderisasi KOPRI maka penting juga membuat modul.
Muncullah resources gerakan dalam konteks ini kita memasukkan system kaderisasi
KOPRI, baik formal, informal maupun nonformal.
Mengenai pelatihan gender kita juga sangat sepakat, agar lebih tertata dan
lebih banyak yang didapat oleh kader perempuan. Apa yang belum digarap oleh
PMII maka mari digarap melalui KOPRI. Misalnya, pelatihan TOF (Training of
Fasilitator) tapi dengan menggunakan perspektif KOPRI.
Kita menawarkan bentuk kaderisasi di KOPRI, kita memasukkan materi – materi
dalam modul MAPABA, PKD, PKL (studi gender dan institusi KOPRI).Di samping
melalui pengkaderan formal di tingkat PKC juga memberikan pengenalan untuk
mensinkronkan yang terjadi dicabang-cabang yang sifatnya pengayaan. Dengan PB
PMII, sudah disepakati materi KOPRI juga bisa masuk dalam kaderisasi informal.
Hasil negosiasi antara KOPRI dengan PB PMII hari ini menemukan kesepakatan
memasukkan materi KOPRI dalam kaderisasi formal PMII. Ini bagian dari publikasi
KOPRI ke anggota PMII hingga level basis: cabang, komisariat dan rayon.
Persoalan rekruitmen, persoalan legal atau tidak legal menjadi penting. Sangat
sah jika kita melakukan perekrutan tidak formal. Jika kita melakukan rekrutment
tersendiri kita harus pisah secara administrasi dari PMII atau berdiri sendiri
membuat organisasi sendiri.
Untuk peningkatan capacity building di kalangan kader perempuan dan
berbicara yang selama ini belum dilakukan yang tentunya lebih berperspektif,
maka keberadaan modul sangat penting, seperti dalam folow-up Mapaba ada materi Training gender,
SAS dan Trainig leadership, kemudian follow-up
pasca-PKD ada Pelatihan Advokasi Gender dan Pelatihan Fasilitator, kemudian
pasca-PKL ada ToT gender dan Gender Budgeting.
2. Strategi Gerakan Eksternal
Dalam konteks kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan,
keberadaan KOPRI diharapkan mampu menjadi salah satu kelompok efektif yang
aktif dalam memberikan tawaran-tawaran
gerakan untuk mengurangi perosalan-persoalan yang muncul di masyarakat, misalnya
persoalan HAM, Demokrasi, Globalisasi, Hukum, Pemerataan Ekonomi, Kebudayaan,
Keberagamaan dan Pluralisme, lingkungan dan yang paling khusus adalan persoalan
Gender. Isu Gender pada dasarnya menegaskan eksistensi individu baik laki-laki
maupun perempuan.
Dalam gender
ditegaskan bahwa setiap individu memiliki kemerdekaan untuk memilih dan
menetukan nasibnya sendiri. Dan wacana gender memiliki imbas yang sangat
dahsyat bagi perempuan. Sebagai contoh, kesadaran yang muncul dari pewacanaan
gender yang ditangkap mentah-mentah membawa efek pada “tersedianya” perempuan keluar rumah dan bekerja di pabrik-pabrik. Perempuan bekerja (sebagai
buruh pabrik) dianggap sebagai keberhasilan dari pewacanaan gender.
Padahal apa yang dilakukan perempuan di luar rumah pada dasarnya sama
dengan yang mereka kerjakan didalam rumah (kerja-kerja yang khas perempuan
seperti memasang kancing baju, menjahit, dan sejenisnya). Artinya, hanya
memindahkan kerja domestik dari dalam rumah ke pabrik-pabrik atau
perusahaan-perusahaan. Dan yang lebih
parah, tingkat “penderitaan” yang diterima perempuan di luar rumah jauh lebih
kejam dari dalam rumah dalam hal tertentu. Sedangkan di satu pihak yang lain,
masyarakat masih juga menyimpan stigma buruk terhadap perempuan yang bekerja
khususnya yang kerja malam atau sudah bersuami.
Apa yang
ditulis di atas bukan berarti mewajibkan kita untuk mencurigai dengan membabi
buta terhadap isu-isu seperti demokrasi dan HAM serta Gender. Tetapi kita harus
sadar bahwa isu-isu yang kita anggap sebagai nilai-nilai yang harus kita
perjuangkan itu ternyata memiliki efek yang juga merugikan tidak hanya bagi
kita sebagai warga negara tetapi juga sebagai perempuan.
KOPRI melihat
bahwa gender sebagai sebuah alat analisis mampu menjelaskan dengan lebih
gamblang atas prosse-proses diskriminasi sosial dan hukum, subordinasi,
pelabelan negatif, kekerasan fisik dan nonfisik, marjinalisasi ekonomi, dan
beban ganda yang selama ini dialami perempuan. Ketidak adilan gender yang
dialami perempuan tersebut menjelma dalam pelbagai bentuk seperti
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam segenap bidang, tradisi dan tafsir agama
yang misoginis serta budaya-budaya populer yang merasuk lebih dalam dari agama
ke dalam individu-individu.
Untuk itu,
KOPRI akan selalu melakukan pembacaan kritis dan memiliki sensitifitas Gender
dalam mensikapi produk-produk kebijkaan pemerintah dengan memberikan
alternatif-alternatif berdasarkan tawaran gagasan yang lebih mengakar dan
relevan dengan kepentingan masyarakat khususnya perempuan. Dan pembacaan yang
kritis adalah pembacaan yang bersifat multidimensi dan berkelanjutan, karenanya
KOPRI membutuhkan dukungan moral, politik sekaligus intelekutal khususnya dari
PMII sebagai induk gerakan agar setiap pilihan gerakan yang diambil KOPRI
nantinya akan saling menguatkan dan sinergis dengan grand design yang telah
dirancang PMII dalam melihat persoalan masyarakat, negara dan dunia.
PENUTUP
Demikian sepintas pemaparan mengenai KOPRI dan
strategi gerakan perempuan di Indonesia. Alternatif-alternatif gagasan yang
mengakar dan relevan kepentingan perempuan, akan KOPRI munculkan dengan
didahului oleh pembacaan persoalan tingkat lokal dengan sensitif dan
argumentatif untuk kemudian ditarik menjadi kebutuhan-kebutuhan bersama
ditingkat yang lebih luas. Sehingga KOPRI yang notabene merupakan sebuah
intitusi pengkaderan berbasis kader perempuan di PMII tidak terjebak pada
isu-isu sporadis yang menhabiskan energi dan mengaburkan tujuan organisasi
dalam jangka panjang. Semoga ada manfaatnya. Wassalam.
0 comments:
Post a Comment